A. Tujuan
Pengukuran posisi horizontal
Pengukuran
posisi horizontal atau biasa disebut pengukuran kerangka dasar horizontal
bertujuan untuk mendapatkan hubungan mendatar antara titik-titik yang diukur
diatas permukaan bumi.
Kerangka dasar horizontal adalah titik-titik utama
dalam pembuatan peta sebagai titik ikat untuk pembuatan titik detail.
B. Jenis pengukuran posisi horizontal
Dalam
pengukuran posisi horizontal pada dasarnya adalah menentukan koordinat
titik-titik yang diukur. Pengukuran posisi horizontal terbagi dalam dua jenis pengukuran yaitu :
(1). Cara menentukan koordinat satu titik
yaitu pengukuran yang dilakukan untuk suatu wilayah yang sempit dan hanya
mencari koordinat dari satu titik tertentu saja. Cara ini terbagi lagi menjadi
dua metode yaitu :
(a). Metode mengikat ke muka pada titik
tertentu yang diukur adalah titik yang ada dititik pengikat. Pengikatan ke muka
dilakukan dengan cara theodolite di berdiri diatas patok/titik yang diketahui
koordinatnya dan rambu ukur diletakan di titik yang ingin di ketahui
koordinatnya.
(b). Metode mengikat ke belakang pada
titik tertentu dan yang diukur adalah sudut-sudut yang berada di titik yang
akan ditentukan koordinatnya. Pengikatan ke belakang dilakukan dengan cara
theodolite berdiri di titik yang akan dicari koordinatnya sedangkan rambu ukur
berada dititik yang diketahui koordinatnya. Pada cara ini ada dua cara hitungan
yang digunakan yaitu cara Collins yang menggunakan satu lingkaran sebagai
bentuk geometrik
pembantu dan cara Cassini yang menggunakan dua lingkaran sebagai bentuk
geometrik
pembantu.
(2). Cara
menentukan koordinat lebih dari satu titik pengukuran. Cara
ini terbagi lagi menjadi beberapa cara
pengukuran yaitu :
(a). Cara poligoon yang digunakan apabila
titik-titik yang akan dicari koordinatnya
terletak memanjang/menutup sehingga membentuk segi banyak (poligoon)
(b). Cara triangulasi yaitu digunakan apabila daerah pengukuran
mempunyai panjang dan lebar yang sama / hampir sama maka dibuat jaring
segitiga. Pada cara ini sudut yang diukur adalah sudut dalam tiap-tiap segitiga
(c). Cara trilaterasi yang digunakan
apabila daerah yang akan diukur mempunyai panjang dan lebar yang berbeda.
Dibuat rangkaian segitiga kemudian yang
diukur adalah panjang sisi-sisi segitiga.
(d). Cara kwadrilateral yaitu sebuah
bentuk dari segi empat panjang tak beraturan yang seluruh panjang dan
lebarnya diukur.
Dari beberapa
jenis pengukuran posisi horizontal yang telah disebutkan diatas maka akan dibahas jenis pengukuran yang sering digunakan yaitu
pengukuran poligon.
A.
Pengertian
Untuk
pemetaan daerah kecil titik-titik kerangka dasar pada umumnya diukur dengan
metode poligoon. Poligoon adalah serangkaian garis yang menghubungkan
titik-titik diatas permukaan bumi yang panjang dan
arahnya diketahui dari pengukuran dilapangan. Tujuan
pengukuran poligoon adalah :
Ø Menentukan
koordinat suatu titik diatas permukaan bumi
Ø Merapatkan
titik kerangka pengukuran yang telah ada
Ø Sebagai
kerangka pengukuran dan pemetaan
Ø Pengukuran
perencanaan jalan
Ø Pengukuran
perhitungan volume galian/timbunan
Untuk
menentukan koordinat suatu titik dengan cara poligoon maka harus diketahui data
sebagai berikut :
Ø Koordinat
awal/akhir (diketahui dari pengukuran sebelumnya atau ditentukan sendiri)
Ø Azimuth
awal, jarak dan sudut datar (diukur dilapangan)
B.
Metode pengukuran poligoon
Pengukuran Poligon ini dapat dilakukan dengan beberap
cara atau metode pengukuran yaitu :
1.
Pengukuran Poligoon tertutup
Poligoon
tertutup membentuk daerah yang tertutup dan dibatasi oleh titik-titik
pengukuran sehingga titik awal akan berimpit dengan titik akhir pengukuran. Poligoon tertutup ini dapat diukur sudut dalam maupun
sudut luar dari rangkaian poligoon.
Gambar 1. Pengukuran poligon tertutup dengan mengukur sudut luar
Gambar 2. Pengukuran poligon tertutup dengan mengukur sudut dalam
Untuk
memperbaiki kesalahan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan pengukuran maka
diadakan koreksi pada sudut datar dan koordinat dengan cara sebagai
berikut :
·
Koreksi pada sudut datar :
ƒβ = ∑β – (n+2).180o diukur
sudut luar
ƒβ = ∑β – (n - 2).180o diukur
sudut dalam
Dengan
:
ƒβ =
koreksi sudut datar
∑β = Jumlah sudut datar
n =
Jumlah titik pengukuran
·
Koreksi pada Absis :
ƒx =
∑d.sin α / n
Dengan
:
ƒx =
koreksi pada absis
∑d
= Jumlah jarak x sin α
n =
Jumlah titik pengukuran
·
Koreksi pada ordinat
ƒy = ∑d.cos α / n
Dengan
:
ƒy =
koreksi pada ordinat
∑d =
Jumlah jarak
n = Jumlah titik pengukuran
Sudut jurusan atau azimuth dari P1 ke P2 (αP1P2) di dapat
dari hasil pengukuran dilapangan dengan
bantuan kompas sedangkan azimuth untuk titik yang lain dihitung dengan
persamaan :
αP2P3 = αP1P2 + βP2 ± 180°
αP3P4 = αP2P3 + βP3 ± 180° dst
Koordinat titik awal (P1) dapat menggunakan koordinat
lokal (ditentukan sendiri) atau menggunakan koordinat yang sudah ada jika titik
tersebut merupakan titik BM sedangkan koordinat titik yang lain dihitung dengan
rumus :
XP2 = XP1 + d23.sin α + ƒx
YP2 = Yp1 + d23.cos α + ƒy
XP3 = XP2 + d34.sin α + ƒx
YP3 = YP2 + d34.sin α + ƒy dst.
2.
Pengukuran Poligoon terbuka
Gambar 3.
Pengukuran Poligon terbuka
Pengukuran poligon terbuka membentuk jalur pengukuran
yang terbuka sehingga titik awal dan titik akhir dari pengukuran tidak
berimpit. Pengukuran poligon terbuka terdiri dari beberapa metode pengukuran
yaitu :
(a). Pengukuran poligon terbuka bebas
Pada pengukuran ini diukur sudut dan jarak serta tidak
mengikat pada titik yang diketahui koordinatnya maupun azimutnya sehingga data
hasil pengukuran tidak dapat dikontrol dengan koreksi. Penentuan koordinat
menggunakan koordinat lokal yang nilainya ditentukan sendiri oleh juru ukur
(surveyor)
(b). Pengukuran poligoon terbuka/terikat
sebagian
Pengukuran
ini dilakukan dengan
mengikat pada satu titik pengukuran yang diketahui koordinatnya dan satu sudut
jurusan atau dua titik yang diketahui koordinatnya biasanya titik awal dan
titik akhir pengukuran. Untuk mengontrol data hasil pengukuran hanya dapat
dikoreksi pada salah satu unsur yaitu sudut atau jarak/koordinat saja
tergantung dari data awal yang diketahui apakah koordinat awal dan akhir atau
azimuth awal/akhir.
(c). Pengukuran
poligoon terbuka / terikat sempurna
Pengukuran
ini mengikat pada dua titik awal dan dua titik akhir yang diketahui
koordinatnya sehingga azimuth awal dan azimuth
akhir dapat dihitung koreksi data hasil pengukuran dilakukan sebagai berikut :
Gambar 4. Poligon terbuka terikat sempurna dengan sudut datar diukur sebelah kiri
Jika pengukuran yang dilakukan mengukur sudut disebelah kiri (pesawat
diputar berlawanan arah jarum jam) maka koreksi pada sudut datar dihitung dengan persamaan :
ƒβ = (α akhir - α awal ) - n.180° + ∑β
Dengan :
ƒβ =
koreksi sudut datar
∑β = Jumlah sudut datar
n = Jumlah titik pengukuran
α akhir = azimuth awal
α awal = azimuth
akhir
Gambar 5. Poligon terbuka terikat sempurna dengan sudut datar diukur sebelah kanan
Jika pengukuran yang dilakukan mengukur sudut disebelah kanan (pesawat diputar
searah jarum jam) maka koreksi pada sudut datar dihitung dengan persamaan :
ƒβ = (α awal - α akhir
) - n.180° + ∑β
Dengan :
ƒβ =
koreksi sudut datar
∑β = Jumlah sudut datar
n = Jumlah titik pengukuran
α akhir = azimuth awal
α
awal = azimuth akhir
Untuk koreksi pada absis dan ordinat kedua bentuk
pengukuran poligon terbuka terikat sempurna ini menggunakan cara yang sama
yaitu :
·
Koreksi pada absis :
ƒX =(X akhir – X awal ) - ∑d sin α
X akhir = koordinat akhir
X awal = Koordinat awal
∑d
= Jumlah jarak x sin α
n = Jumlah
titik pengukuran
Hasil dari koreksi ini dbagikan kepada setiap titik
pengukuran sehingga setiap titik mendapatkan koreksi sebesar :
∆X = ƒX / n
·
Koreksi pada ordinat :
ƒY = (Y akhir – Y awal ) - ∑d cos α
Y
akhir = koordinat akhir
Y awal = Koordinat awal
∑d
= Jumlah jarak x sin α
n = Jumlah titik pengukuran
Hasil dari koreksi ini dbagikan kepada setiap titik
pengukuran sehingga setiap titik mendapatkan koreksi sebesar :
∆Y = ƒY
/ n
Sudut jurusan atau azimuth awal dari A ke B (αAB) dan azimuth akhir dari C
ke D (αCD)dihitung dengan persamaan :
αAB = arc Tg (XB–
XA)
(YB– YA)
αCD = arc Tg (XD– XC)
(YD– YC )
sedangkan azimuth untuk titik yang lain dihitung dengan persamaan :
αBP1 = αAB + βP1 ± 180°
αP1P2 = αBP1+ βP2 ± 180° dst
Demikianlah dasar teori dari salah satu mata pelajaran yang diajarkan Program Keahlian Teknik Geomatika dan geospasial yaitu mata pelajaran Survei terestis Geomatikas SMKN 2 Kendari.